Tema: Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan di Era Kekinian
Keluarga merupakan pondasi utama bagi tegaknya sebuah peradaban. Guna kokohnya pondasi maka ilmulah yang menghiasinya. Menikah untuk menjadi keluarga bukan hanya butuh kesiapan finansial tapi juga ilmu sebagai faktor yang lebih crusial, sebagaimana pernikahan adalah ibadah maka harus dijalani dengan ilmu, karena ibadah tanpa ilmu akan sesat.
Pendidikan orang tua di rumah adalah yang banyak terabaikan, sebagian orang tua terlalu fokus dengan tugasnya mencari nafkah, lalai dalam mendidik anak. Lupa bahwa rumah adalah tempaan pertama bagi anak-anak. Hal tersebut salah satu faktor kurangnya ilmu, padahal orang tua zaman now bukan orang-orang yang tidak pintar. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. (John Dawey, 1990)
Defenisi diatas menjelaskan bahwasannya wilayah mendidik itu luas, tanpa batasan. Tidak terfokus hanya pada lembaga formal saja, tapi juga non formal dan informal, semua bisa ambil peranan termasuk orang tua.
Adapun yang perlu diketahui keyakinan yang salah (False Belief) yang lama tertanam pada orang tua dalam pendidikan anak, sebagai berikut:
1. Menyekolahkan anak sedini mungkin agar tumbuh cerdas/ pintar dimana semakin dini sekolah, otak anak semakin berkembang, sehingga ada yang masuk pra sekolah 1,5-2 thn.
2. Menyekolahkan anak usia dini agar siap menghadapi persaingan zaman.
3. Sudah terbentuk opini: Di sekolah, kegiatan anak hanya bermain, permainannya lebih lengkap, anak belajar sosialisasi, belajar patuh pada aturan dan instruksi.
4. Menjadi orang tua dengan ilmu parenting yang hanya "learning by doing"
5. Rumah ya rumah, bukan sekolah, tak bisa mendidik, tak masalah.
6. Keteladanan itu dari guru-guru disekolah saja, sehingga berpikir pembentukan karakter, etika, dan sikap serta penanaman nilai-nilai positif datangnya dari lembaga formal
7. Peranan orang tua mencari nafkah dan memberikan pendidikan formal terbaik sebagai bekal untuk menghadapi persaingan dimasa depan.
Menjawab false Belief tersebut, adapun yang perlu untuk diketahui dan dikembangkan pula oleh orang tua, bahwasannya kebenaran sesungguhnya (True Belief) yang mengendap, sebagai berikut:
1. Pintar/ cerdas ada waktunya, usia dini yang berkembang adalah pusat perasaan sehingga anak harus bahagia, bukan pintar.
IDN times (2018) menjelaskan Finlandia sebagai peringkat pertama dengan sistem pendidikan terbaik memiliki inovasi dalam pencapaiannya salah satunya: anak-anak di Finlandia tak diperkenankan masuk Sekolah Dasar jika umurnya belum genap 7 tahun, anak akan jenuh dan cenderung tak optimal mengenyam pendidikan dengan usia yang belum matang. Perlu diketahui usia 0 - 2thn adalah fase stimulasi motorik.
2. Bukan anak yang disiapkan untuk menghadapi persaingan zaman, tapi orang tua yang harus menyiapkan diri menjadi orang tua, bekal untuk pola asuh anak, mengolah innerchild dalam diri orang tua. sehingga ibu ayah tidak hanya disiapkan menjadi ahli namun punya kesabaran dan endurance untuk jadi orang tua.
3. Tahukah bapak ibu?
=> Permainan terbaik adalah tubuh bapak ibu, guna tercipta kelekatan batin, dan permainan paling kreatif adalah bermain tanpa mainan, jangan batasi kreatifitas anak dengan mainan yang siap pakai.
=> Anak < 5thn belum saatnya belajar bersosialisasi tapi yang utama adalah menumbuhkan iman pada hatinya, siapkan jadi anak beriman, sehingga saat masa sosialnya tiba (baligh) dia menjadi anak yang tidak mudah dipengaruhi hal-hal buruk karena keimanan dan ketaqwaannya. Dengan catatan bapak ibu menjadi sudah menauladani dalam bersikap, bertutur, dan berperilaku.
=> Anak hanya akan merasa pusing jika hal yang ia sukai akan diikuti berbagai aturan dan dilatih dengan beberapa instruksi.
Kebutuhan anak dalam 0-6thn adalah bermain, dan pada usia tersebut anak harus lebih banyak berinteraksi dengan orang tuanya, belum waktunya ia belajar sosialisasi, apalagi berbagi mainan, "mereka hanya bisa bermain bersama dengan mainannya masing-masing", ungkap psikolog Elly Risman S. Psi.
4. Orang tua yang membekali diri dengan ilmu parenting akan mampu menciptakan kondisi yang kondusif dalam perkembangan anak, menciptakan harmonisnya hubungan sebagai orang tua, menjadi orang tua yang hangat, bahkan bisa menjadi sahabat bagi anak-anak, anak menemukan tempat nyamannya mencurahkan isi hati, bukan pada temannya, tapi pada ayah ibunya. Sehingga jika ilmu parenting hanya disiapkan dengan "learning by doing" tanpa disadari, ayah ibu sedang mempertaruhkan masa depan buah hati dan hubungan baik antara anak dengan orang tua.
5. Jadilah orang tua juga guru bagi anak di rumah, menyiapkan materi pembelajaran tentang apa saja, dimulai dari pelajaran-pelajaran yang melatih daya imajinasi anak, dan tetap menciptakan suasana menyenangkan, belajar sambil bermain.
6. Anak layaknya kertas putih yang bersih, ia hanya akan menampilkan hasil tulisan apapun yang kita buat, sehingga kekeliruan terbesar saat usia dini orang tua absen dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak-anaknya. anak-anak adalah masa keemasan, maka hadirlah untuk mereka dalam masa tersebut. Orang tua adalah lingkungan pertama sehingga orang tua harus menghindari diri dari perbuatan negative, seperti; membentak ketika marah, menakut-nakutinya, menegur dengan kasar, dan tidak membiasakan meminta maaf ketika melakukan kesalahan, serta bertanggung jawab memberi contoh kebiasaan baik. Mata anak itu terikat dimata orang tua, anak plagiator handal maka perbaiki dulu ibu bapak maka anak akan meniru. Menumbuhkan kebaikan pada anak sungguh mudah sekali, yakni orang tua melakukannya terlebih dahulu, apapun. Apabila masa pembentukan karakter dasar terlewati oleh ayah ibu yang terlalu sibuk bekerja, itu adalah masalah besar. Sama halnya sedang menyia-nyiakan emas dalam rupa "anak", jika demikian pada akhirnya bukan lingkungan luar yang mengancam keselamatan anak-anak, tapi keluarga sebagai lingkungan terdekat yang tak bisa menjadi impact baik bagi karakter anak.
7. Peranan orang tua tidak sekedar mencari nafkah semata, tapi multifungsi. Adapun peranan orang tua, sebagai berikut:
1. Peran Ayah
Ayah ibaratnya kepala sekolah dan ibu adalah gurunya, untuk belajar mengajar bapak ibu tentu harus menjalankan sesuai kurikulum. Ayah sebagai qowwam/ pemimpin bukan hanya melindungi dan memberi nafkah kepada keluarga, tapi juga pendidik dan bahkan mencarikan pendamping yang baik untuk anaknya. Bahkan dalam al-Qur'an terdapat banyak dialog antara ayah dan anak dibanding dialog ibu dan anak, disana menggambarkan bahwa betapa pentingnya kehadiran ayah dalam pendidikan anak. Dalam lembaran sejarah islam diriwayatkan syaikhul islam abu Abbas Ahmad bin Adillah Almagribi AlFasi ditengah kesibukannya sebagai ulama, ia mengajari putrinya tujuh cara baca qur'an serta buku hadist seperti Bukhari & Muslim. Dan banyak lagi tokoh islam lainnya yang tidak melewatkan pendidikan bagi anaknya, maka tidak ada alasan bagi ayah zaman now untuk mengambil peranan. Anak usia dini belum bisa memilah yang baik dan buruk atau yang salah dan benar, maka tugas ayahlah menanamkan aqidah, akhlaq dan mengarahkan perilakunya serta membimbing sehingga anak tumbuh dengan kepribadian yang kuat dan terarah. Sebagaimana perkataan ibnu qoyyim bahwa "kerusakan yang terjadi pada anak itu adalah ayahnya" , maka optimalkan peranan sebagai ayah dengan menjadi sebaik-baik tauladan.

2. Peran Ibu
Kedekatan baik fisik maupun emosional sudah terjalin secara alamiah dimulai mengandung, menyusui hingga dua tahun sehingga kasih sayang ibu adalah jaminan awal tumbuh kembang anak, dimana Dalam website Farid mahfudz bahwa Anak yang kehilangan pembinaan, bimbingan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya, maka anak akan mengalami "deprivasi maternal" dan gangguan kejiwaan "attachment disorder" (Siti Nuryati, 2007). Dalam islam ummi wal madrosatil ulla, ibu adalah madrasah/ sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibu sebagai yang lebih dekat dan sering berkomunikasi dengan anak, maka ibu bertugas menanamkan kebiasaan yang baik bagi anak, dimulai memperkenalkan shalat tepat waktu dan di masjid bagi anak laki-laki, membaca Qur'an, keteraturan dalam makan, menjaga kebersihan, sampai membiasakan sedekah dan menolong orang. Ibu tidak cukup hanya merencanakan kehamilan tapi sudah harus bersiap merencanakan pendidikan agama sedini mungkin, islam mengajarkan persiapan pendidikan anak dimulai dari mencari pasangan hidup, sebagai partner dalam membesarkan buah hati, kemudian dimasa kehamilan membiasakan hal-hal baik/ amalan wajib dan menghiasi dengan yang Sunnah. Sebagaimana dicontohkan oleh wanita suci Maryam Ra dalam mengandung Isa As, sehingga lahir putra soleh dari ibu yang juga shalihah dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik serta ketaatan beliau pada perintah Allah swt.
Dari tujuh false and true belief tersebut dapat kita simpulkan begitu pentingnya peranan orang tua dalam mencetak generasi unggul, sehingga perlunya ayah ibu memaksimalkan waktu dan ilmu dalam mendampingi tumbuh kembang anak, siapkan diri ayah ibu juga untuk menjadi panutan bagi anak-anak, sehingga mereka tak butuh mengidolakan superman, batman atau pahlawan bertopeng sebagai pahlawan maya karena tokoh hebatnya sudah ada dalam rumahnya. Orang tua juga perlu mencerdaskan diri agar tidak pada keyakinan yang salah (false belief) sehingga berakibat pada pengambilan keputusan yang keliru untuk masa depan anak.
Anak adalah asset/ investasi bukan didunia saja tapi juga diakhirat. Persiapkan kecerdasan spritualnya maksimal sejak dini, maka kecerdasan intelektual dan emosionalnya akan mengiring. Dengan demikian orang tua sudah turut membantu penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah, bahkan membantu permasalahan moral bangsa ini. #sahabatkeluarga